Judul Buku : Logika Hukum
Pengarang : Fajlurrahman Jurdi
Penerbit : Kencana
Tebal Buku : 204 Halaman
Tahun Terbit : Juni 2017
Peresensi : Ibrahim Arifin
Dibagian awal
penulis menjelaskan defenisi dari logika menurut Lorens Bagus, Logika menurut
Lorens Bagus adalah syarat-syarat penalaran yang sah. Penalaran yang bertolak
dari satu atau lebih pernyataan yang disebut kesimpulan. diparagraf yang
membahas pengertian logika ini penulis juga menyebutkan pembagian logika
berdasarkan proses penalarannya. yaitu Logika Deduktif dan Logika Induktif
Diparagraf
selanjutnya penulis menjelaskan lebih mendetail mengenai logika, bahwa logika
adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asa, aturan dan cara-cara
penalaran yang betul / correct Reasoning.
strategi berfikir melalui pertimbangan yang koheren. ada pertanyaan dan
jawaban sehingga disebut "cara berpikir lurus".
Sub bab
selanjutnya pada bab pertama adalah membahas mengenai filsafat hukum. pada
paragraf awal penulis menjelaskan defenisi Filsafat secara etimologis. dimana
asal pembentukan kata filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu Philos dan Sophos. Selanjutnya penulis mengutip beberapa pandangan pakar
terkait dengan filsafat itu sendiri. menurut Herodotus mengartikan istilah
filsafat yang bermakna kecintaan seseorang untuk mencari tahu dan memuaskan
kerinduan intelektualnya lebih dari kebijaksanaan.
Pithagoras memahami
sophia sebagai "pengetahuan hasil kontemplasi"
untuk membedakannya dari ketrampilan praktis hasil pelatihan teknis yang
dimiliki dalam dunia bisnis dan para atlet. dengan demikian, dalam bernalar
filsafat kita berusaha mencari pengetahuan atau kebenaran dan bukan pengetahuan
dalam arti keterampilan praktis.
Selanjutnya
penulis mengutip pendapat Aristoteles yang mendefenisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli dan murni. Aristoteles
menjelaskan bahwa filsafat dimulai dari rasa kagum dan tidak ada seseorang yang
dapat berfilsafat apabila dia tidak kagum
Selanjutnya
Penulis juga memasukkan pendapat Lorens Bagus terkait arti dari filsafat
sebagai berikut :
1.
Upaya
spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
suatu realitas
2.
Upaya
untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar nyata
3.
Upaya
untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: Sumbernya, hakikatnya,
keabsahannya dan nilainya
4.
Penyelidikan
kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan yang diajukan oleh berbagai
bidang pengetahuan
5.
Disiplin
ilmu yabg berupaya untuk membantu anda melihat apa yang anda katakan dan untuk
mengatakan apa yang anda lihat
Sub bab
selanjutnya membahas mengenai pengertian hukum. diawal penulis memaparkan
mengenai betapa beragamnya pendefenisian hukum. karena hukum begitu sulit untuk
didefenisikan. maka pemikir seperti Lloyd berada pada kebingungan untuk
menemukan pemaknaan yang tepat atas defenisi hukum. Pada akhir sub bab, penulis
mengutip pendapat dari Munir Fuady mengenai unsur-unsur hukum yang bersandar
pada defenisi yang telah ditulisnya. unsur unsur tersebut adalah sebagai
berikut :
a.
Hukum
adalah apa yang diputuskan oleh yang berwenang. baik yang sudah menjadi
sengketa yang belum menjadi sengketa antar manusia
b.
Hukum
adalah apa yang diatur perundang-undangan maupun yang tidak tertulis
c.
Hukum
adlaah kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat yang memiliki sanksi
d.
Hukum
adalah peraturan perilaku tingkah laku manusia yang memiliki sanksi
e.
Hukum
adalah yang diperintahkan, diperblehkan dan atai dilarang terhadap manusia
f.
Hukum
adalah ketentuan yang berisikan hak dan kewajiban, yang dapat dikenakan sanksi
bagi para pelanggarnya
g.
Hukum
adalah ketentuan bagi masyarakat, dengan tujuan utamanya untuk mencapai
keadilan. disamping itu juga untuk mencapai kepastian hukum, kesejahteraan,
ketentraman, ketenangan dan berbagai kebutuhan dan tujuan hidup manusia lainnya
Sub
bab terakhir membahas mengenai Filsafat Hukum.Penulis mengutip pengertian filsafat
hukum menurut Mahadi. Mahadi mendefenisikan Filsafat Hukum sebagai falsafah
ilmu hukum secara mendalam sampai ke
akar-akarnya secara sistematis. penulis juga mengutip pendapat dari Rudolf
Stammler yang menjelaskan bahwa Filsafat Hukum adalah ilmu dan ajaran hukum
yang adil
Pada
Sub bab ini Penulis juga menjelasakan mengenai tujuan dari filsafat hukum itu
sendiri. dimana filsafat hukum bertujuan untuk menemukan hakikat hukum dengan
menemukan landasan terdalam dari keberadaan hukum sejauh yang mampu dijangkau
oleh akal budi Manusia
Pada Bab dua Penulis membagi
jenis-jenis Logika menjadi tujuh bagian, sebagai berikut :
a.
Logika Deduktif
Cara berfikir dimana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus
b.
Logika
Deontologis
Logika yang berurusan dengan
konsep-konsep seperti kewajiban, permisibilitas dan non permisibilitas,
keharusan, kepatutan, kelayakan kedalam suatu sistem koheren
c.
Logika Dialektis
Merupakan ajaran logika dari materialisme
dialektis. ia merupakan ilmu tentang hukum-hukum dan bentuk-bentuk refleksi
mental terhadap perkembangan dunia objektif
d.
Logika Materiel
Logika yang mempelajari mengenai apa
penalaran itu.bagaimana menggunakan penalaran yang valid dari logika formal
untuk kepentingan terbaik dalam mengeksplorasi problem yang dihadapi
e.
Logika Formal
Logika Formal merupakan logika yang
mempelajari bentuk-bentuk pemikiran berkenaan dengan struktur logisnya yaitu
abstraksi dari pikiran-pikiran yang menonjolkan hanya cara-cara umum yang
olehnya yang memungkinkan bagian dari isi-isi itu berhubungan
f.
Logika Informal
Logika informal terkait
dengan kesalahan-kesalahan informal, berfikir kritis, ketrampilan gerakan
berfikir dan penyelidikan interdisipliner yang terkenal sebagai argumentasi
g.
Logika Modal
Menurut Lorens Bagus, logika modal adalah
merupakan suatu sistem Logika
Pada Bab 3 membahas mengenai
Epistimologi, Ontologi dan Aksiologi Hukum.
Epistimologi
atau teori ilmu pengetahuan yang berurussan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.pada sub
bab ini penulis menjelaskan mengenai metode-metode dalam memperoleh ilmu
pengetahuan yaitu Metode Induktif, Deduktif, Positivisme, kontemplatif dan
dialektis.
Dalam
sub bab pembahasan mengenai Epistimologi, penulis memaparkan bebrapa pendapat
ahli mengenai tujuan filsafat pengetahuan. seperti pendapat dari Descartes yang
menjelasakn bahwa persoalan dasar dalam filsafat pengetahuan bukan bagaimana
kita tahu, melainkan bagaiman kita dapat mebuat kekeliruan. salah satu cara
untuk menentukan apa yang pasti dan tidak dapat diragukan ialah dengan melihat
seberapa jauh hal itu bisa diragukan. bila kita secara sistematis mencoba
meragukan sebanyak mungkin pengetahuan kita. akhirnya kita akan mencapai titik
yang tidak bisa diragukan sehingga pengetahuan kita bisa dibangunatas kepastian
absolut.
penulis
kemudian menjelaskan 5 metode dalam mendapatkan pengetahuan diantaranya adalah
metode Induktif yaitu metode menapatkan pengetahuan melalui pengambilan
kesimpulan dari hasil observasi-observasi dan disimpulkan dalam kesimpulan yang
bersifat umum. metode salnjutnya adalah metode deduktif, yaitu metode
mendapatkan pengetahuan dengan menyimpulkan data-data empirik kedalam
kesimpulan yang lebih runut dan metode selanjutnya adalah metode positivisme
yang dikeluarkan oleh auguste comte, metode ini berpangkal dari apa yang telah
diketahui, apa yang faktual dan yang positif, metode selanjutnya adalah metode
kontemplatif yang emnejalsakn bahwa ada keterbatasan ada indra manusia dala ha
memperoleh pengetahuan sehingga pengetahuan yang dihasilkan tentunya berbeda-beda.
oleh karena itu diperlukan indra lain yang disewbut dengan intuisi dan metode
terakhir adalah metode dialektis. metode ini diajarkan oleh plato dan socrates
yang mengajarkan metode-metode dan kaidah-kaidah penuturan juga analisis
sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan
Pada
pembahasan mengenai ontologi hukum penulis mengawali dengan memberikan gambaran
mengenai persoalan yang ada dalam hal ontologi. yakni persoalan bagaimana
menerangkan hakikat dari yang ada ini.Ontologi sendir berasal dari bahasa
yunani yang terdiri atas on dan logos yang artinya ilmu tentang yang ada.
penulis
juga menjabarkan mengenai pandangan-pandangan pemikiran mengenai pemahaman
ontologi. yang dibagi atas monoisme yang memandang bahwa hakikat dari sesuatu
itu hanya satu saja dan tidak mungkin dua, dualisme adalah alian yang memandang
hakikat itu ada dua, yang mana ini tentunya merupakan kabalikan dari pandangan monoisme ,pluralisme
yang memandang bahwa segala macam bentuk adlah kenyataan ,nihilisme yang
diperkenalkan ole ivan turgenief dalam novelnya yang berhudul fathers and Children yang tiak mengakui
validitas alternatif positif dan yang terakhir adalah agnotisisme, yang
mengingkari bahwa manusia dapat memahami hakikat dari suatu benda baik hakikat
materi maupun hakikat rohani.
Sub
bab bahasan selanjutnya adalah mengenai Aksiologi Hukum. seperti pada bahasan
sebelum-seblumnya. penulis menjelaskan terlebih dahulu dari segi bahasa , bahwa
kata aksiologi berasal dari kata Axios dalam
bahasa yunani. terkait dengan defenisi Aksiologi, penulis mengutip defenisi
yang diutarakan oleh Jujun S Suriasumatri yang mendefenisikan aksiologi sebagai
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh.terkait dengan nilai itu sendiri, penulis kemudian menjelaskan
mengenai 3 bentuk Value dan Valuation. yaitu nilai digunakan sebagai
kata benda abstrak, nilai sebagai bentuk konkret dan nilai yang digunakan dalam
kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai.
Dalam bab
pembahasan mengenai Logika. penulis secara lebih mendalam membahas mengenai
logika. penulis mebagi pembahasan mengenai logika menjadi tiga bagian yaitu
logika kumulatif, logika alternatif dan logika deduktif. penulis menjabarkan
bahwa logika kumulatif adalah logika yang bersandar pada pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dan
aktifitas tersebut bersandar pada alasan-alasan historis, sosiologis,yuridis
dan positivis.
penulis kemudian mencontohkn dengan proses
pembentukan undang-undang yang dilakukan oleh Dewan perwakilan rakyat. yang
mana pembahasan suatu undang-undang selalu didorong oleh kehendak politik, yang
mana tanpa adanya kehendak politik tentunya suatu undang-undang tidak akan
diajukan untuk dibahas.dalam pembahasan mengenai logika kumulatif, penulis juga
menjelaskan mengenai bebrapa perdebatan dalam hal pembentukan suatu
undang-undang seperti penggunaan kata "dan" kata dan dalam sebuah
rumusan undang-undang bersifat kumulatif yang dimana semua poin-poin harus
terpenuhi, penulis memberi contoh dengan rumusan pasal 5 unang-undang nomor 12
tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan :
a. Kejelasan
tujuan
b. Kelembagaan
atau pejabat pembentuk yang tepat
c. kesesuaian
antara jenis, hierarki dan materi pembuatan
d. Dapat
dilaksanakan
e. kedayagunaan
dan kehasil gunaan
f. kejelasan
rumusan dan
g. keterbukaan
Penulis kemudian
menjabarkan bahwa adanya kata "dan" pada poin f mengartikan bahwa
ketujuh dari poin tersebut kesemuanya harus dimasukkan. dikarenakan kata
"dan" yang menandakan adanya sifat kumulatif. Pembahasan selanjutnya
mengenai logika adalah logika alternatif yang identik dengan penggunaan kata
atau. kata atau dimaksudakn bersifat opsional yang salah satunya dilaksanakan
maka secara otomatis menggugurkan opsi yang satunya. penulis kemudain
mencontohkan dengan rumusan ketentuan pasal 1 angla 1 rumusan ketentuan
undang-undang nomor 30 tahun 2014
”Pembentukan
peaturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang
mencakup tahapan perencanaan,penyusunan, pembahasan pengesahan atau penetapan,
dan pengundangan"
Pembahasan
selanjutnya mengenai logika kumulatif alternatif yang dalam perundang-undangan
diidentikkan dengan penggunaaan kata dan/atau. yang bayak ditemukan dalam ketentuan
perundang-undangan yang bisa terjadi salah satunya ataupun kedua-duanya
sekaligus.
Pada sub bab
terakhir terkait dengan pembahasan logika, penulis kemudian menjabarkan
mengenai eksistensi dari logika kumulatif, logika alternatif dan logika
kumulatif alternatif itu sendiri dalam pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan. penulis kemudian menjelaskan bahwa secara eksistensial
bahwa penggunaan kata atau, dan,
dan/atau memiliki kedudukan yang sangat penting dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan. penulis kemudian juga menjelasakn bahwa
pentingnya pendekatan logika dalam hal pembentukan suatu peraturan yang
dilakukan oleh para ahli hukum. yang menitik beratkan pada relevansi antara
satu kata dengan kata lainnya antara kata dan kalimat serta antara kalimat dan
kalimat. konsekuensi apabila hal tersebut berantakan maka penamaan suatu konten
yang berkaitan dengan nomenklatur yang ada bisa menimbulkan makna kontradiktif
dan ambigu
Pada bab 5
Penulis kemudian membahas mengenai eksistensi defenisi dan peran bahasa dan
logika hukum. pada bagian awal pembahasan penulis mengutip pengertian dari
defenisi yang ada pada kamus besar bahasa indonesia yang menjelaskan bahwa
defenisi adalah kata, frasa atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan
atau ciri utama dari orang,benda proses atau aktifitas, batasan (arti)
Selain itu
penulis juga memaparkan pendapat beberapa ahli terkait dengan defenisi, seperti
pendapat dari Bruggink yang menjelaskan mengenai maksud dari defnisi adalah
menjelaskan batas-batas suatu pengertian secermat mungkin, sehingga jelas bagi
setiap orang dalam setiap keadaan apa yang diartikan oleh seorang pembicara
atau seorang penulis dengan sebuah perkataan ini dan itu maka sudah pasti yang
ditunjuk dengan perkataan itu. selain itu penulis juga memaparkan pendapat dari
widjono yang mengatakan bahwa suatu arti kata atau makna kata tidak bisa
langsung disebut dengan defenisi, karena defenisi mempunyai ciri-ciri khusus.
adapun arti kata/makna bisa diartikan sebagai suatu defenisi jika terdapat
unsur kata atau istilah yang didefenisikan atau lazim disebut Defeniendum
Penulis juga
kemudian mengemukakan mengenai lima jenis defenisi menurut H.F Abraham Amos
sebagai berikut :
1.
Defenisi
Stipulatif
Defenisi yang digunakan untuk memberikan
makna dan menjelaskan istilah teknis didalam penulisan, khususnya term baru
yang disesuaikan dengan konteks defenisi bakunya
2.
Defenisi
Leksikal
Defenisi yang digunakn untuk mengurangi,
menghilangkan ambiguitas serta memperkaya kosa kata dalam penulisan (tetapi
terkait dengan defenisi yang telah ada sebelumnya)
3.
Defenisi
Pefeksitivitas
adalah merupakan defenisi yang
menekankan formulasi yang tepat dari defenisi leksikal
4.
Defenisi
Teoretis
adalah merupakan eksperimen untuk
memperkuat karakteristik yang memadai dari suatu objek
5.
Defenisi
Empirikal
Merupakan defenisi yakni segala sesuatu
yang menyangkut teoritis merupakan faktor awal dari suatu objek, tetapi dalam
praktiknya belum tentu konsisten dengan teori-teori yang terdapat dalam buku
6.
Defenisi
Denotatif
adalah merupakan defenisi yang disusun
dengan maksud memperngaruhi perilaku
Sub bab selanjutnya menjelaskan
mengenai penggunaan defenisi dalam hukum, pada sub bab ini penulis menjelaskan
bahwa defenisi hukum lebih banyak menggunakan defenisi realis dan defenisi
praktis, sedangkan defenisi nominalis jarang digunakan kecuali ketika hakim
memutuskan suatu perkara. yang mana penggunaan dua jenis defenisi ini juga
dikuatkan dengan pendapat dari Thomas Aquinas. dimana defenis hukum hanya
membatasi pada nilai-nila. penulis kemudian juga menjelaskan bahwa eksistensi
defenisi dalam menjelaskan makna sangat penting. makna hukum sebagai nilai yang
memiliki abstraksi dan universalitas yang tinggi akan berbeda dengan makna
defenisi dari suatu peraturan ataupun perundang-undangan yang konkret
selanjutnya penulis juga memnahas
mengenai penggunaan defenisi dalam undang-undang yang terlihat mendekati makna
defenisi realis dan defenisi praktis. penggunaan defenisi dalam hukum sangat
luas. karena terkait cakupan hukum yang luas
Dalam Bab Definisi penulis juga
menjabarkan mengenai bahasa dan bahasa Hukum. penulis menjelaskan bahwa secara
sederhana komunikasi merupakan alat komunikasi umat manusia untuk melakukan
interaksi dari yang satu dengan yang lain. Bahasa Hukum indonesia sendiri
banyak berasal dari bahasa Belanda, sehingga diperlukan penyesuaian dengan
kaidah bahasa Indonesia yang baik dan Benar.
Dalam sub bab selanjutnya penulis
kemudian memaparkan mengenai fungsi bahasa dalam hal membangun logika Hukum.
argumen yang logis hanya dapat dihasilkan melalui bahasa yang benar. argumen
yang benar hanya dapt digunakan dengan bahasa yang benar. baik logika deduktif maupun
logika induktif keduanya meletakkan bahasa sebagai basis argumentasinya.
Kombinasi yang tepat antara pemahaman
logika hukum yang baik dan pemahaman bahasa hukum yang baik akan memberikan
kemudahan dalam hal penulisan hukum yang baik dan logis.
Dalam Bab Penulisan Hukum secara
logis, penulis membagi beberapa pembahasan mengenai Judul, latar belakang
masalah, pertanyaan penelitian dan metode penelitian untuk mencari jawaban yang
logis. Penulisan Judul diangkat dari suatu permasalahan atau gejala yang ada di
masyarakat. latar belakang masalah merupakan abstraksi atas masalah-masalah
yang akan menjadi objek penelitian. Terkait denga pertanyaan penelitian, hal
ini merupakan elemen kunci dari sebuah penelitian. bagian terakhir adalah
metode penelitian yang nantinya akan digunakan. penulis dalam bukunya membagi
Metode penelitian atas penelitian hukum Normatif dan penelitian hukum empiris.
penelitian hukum normatif terdiri atas :
a. Penelitian terhadap asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematika hukum
c. Penelitian terhadap sinkronisasi Hukum
d. Penelitian sejarah hukum
e. Penelitian perbandingan hukum
Penelitian hukum
empiris terdiri atas :
a. Penelitian
terhadap efektivitas Hukum
b. Penelitian
terhadap identifikasi hukum
setelah metode penelitian maka
dilanjutkan dengan kerangka penelitian. setiap
penelitian baik itu penelitian hukum ataupun penelitian sosial harus
menggunakan kerangka teoritis. kerangka teoritis ini menjadi acuan untuk
mendalami objek penelitian. kerangka teoritis penelitian ini harus menjadi
acuan bagi usaha untuk memperdalam substansi penelitian. pada metodologi,
seorang peneliti diharapkan agr tidak tersesat saat melakukan penelitian.
didalam penelitian hukum, seorang peneliti harus menggunakan kerangka teori
hukum. teori hukum adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum
hukum, baik dilihat dari fenomena maupun peristiwa yang muncul. poin
selanjutnya membahas mengenai jawaban atas pertanyaan yang muncul.
pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik apabila menggunakan
metodologi penelitian untuk mengungkapkan pertanyaan sebagai hipotesis
Seorang penulis hukum harus makna dari
suatu pertanyaan untuk memastikan tujuan jawaban. tidak boleh ada perbedaan
antara pertanyaan dan jawaban. jika pertanyaannya terkait dengan komisi negara,
maka jangan dijawab dengan sistem pemerintahan, meskipun sistem pemerintahan
masuk dalam pembahasan, akan tetapi pembahasan tersebut bukanlah merupakan
tujuan utama, hanya merupakan argumentasi pendukung dari tujuan utama.
Sub bab terakhir membahas mengenai
penutup. bab penutup biasanya berisi kesimpulan dan saran. prinsip pentng yang
harus difahami adalah. jika pada rumusan masalah terdapat tiga pertanyaan maka
pada kesimpulan juga membahas mengenai tiga poin.
Pada Bab terakhir dalam buku logika
hukum, penulis membahas mengenai bagaimana menulis argumentasi hukum yang
logis. penulisan suatu argumentasi hukum diawali dengan penulisan Summary.
Summary merupakan catatan ringkas terhadap suatu kasus atau suatu peristiwa
hukum. apabila ada suatu peristiwa hukum, seorang juris advokat jaksa dan hakim
terlebih dahulu harus membuat Summary terhadap kasus tersebut. agar peristiwa
hukum apa dan pelanggaran hukum apa yang telah terjadi dalam kasus tersebut.
Kadang-kadang Summary juga disebut
sebagai Policy Brief dan Policy Paper. Policy Brief lebih tepat digunakan untuk menyusun
kerangka argumentatif disaat menyusun suatu naskah akademis perancangan
peraturan atau perancangan peraturan perundang-undangan atau semacamnya.
setelah penulisan Summary dilanjutkan dengan penulisan Fakta Hukum. fakta atau
peristiwa terdiri atas dua jenis yaitu peristiwa hukum dan peristiwa biasa.
kedua istileh tersebut biasanya ditemukan didalam literatur yang membahas
mengenai penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim. peristiwa biasa adalah
peristiwa yang tidak menimbulkan akibat hukum sedangkan peristiwa hukum adalah
peristiwa yang oleh hukum yang menimbulkan akibat hukum
Setelah ditentukan mengenai apakah
peristiwa tersebut merupakan peristiwa hukum, dalam penulisan sebuah
argumentasi hukum maka langkah selanjutnya menguraikan sebuah isu hukum. isu
hukum adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat dianalisis dari suatu peristiwa
hukum yang terjadi satu siu hukum dapat dibuatkan beberapa isu hukum untuk dijawab
dan dicarikan jawabannya.
Masih terkait dengan isu Hukum.
penulis kemudian mengutip pendapat dari Alvi Syahrin mengenai tiga tataran isu
hukum :
1.
Isu
Hukum pada tataran dogmatik hukum, yang terkait atau menyangkiti ketentuan hukum yang relevan dengan fakta
yang dihadapi
2.
Isu
Hukum pada tataran teori Hukum yang mengandung konsep hukum
3.
Isu
Hukum pada tataran filosofis yang terkait atau menyangkut asas-asas hukum
Selanjutnya Alvi Syahrin berpendapat
bahwa isu hukum timbul karena adanya dua proposisi hukum hubungannya bersifat
kausalitas yang membuat proposisi yang satu dipikirkan sebagai penyebab yang
lain.Seorang peneliti harus benar-benar memahami makna dan arti penting serta
fungsi yang dijadikan isu hukum tersebut. kesalahan dalam menemukan makna,
fungsi dan arti penting yang dijadikan isu hukum. akan berakibat pada pemahaman
yang salah terhadap pemecahan isu hukum tersebut. sehingga jawaban atas isu
hukum tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Tahapan selanjutnya dari penulisan
argumentasi hukum adalah melakukan analisis hukum. analisis merupakan
penyelidikan terhadap suatu peristiwa. dapat juga dimaknai sebagai penguraian
suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penalaahan bagian itu sendiri serta
hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti
keseluruhan.
Penulis juga menjelaskan bahwa didalam
melakukan analisis dikenal juga analisis deduktif dan analisis induktif. selain
itu, didalam penelitian juga dikenal penelitian kuliatatif dan penelitian
kuantitatif. dalam melakukan suatu analisis juga dikenal yang dinamakan metode
SWOT :
- Strength
- Weakness
- Opportunity
- Threats
Seorang analisis hukum yang baik,
ketika dia argumentasi hukum terhadap suatu kasus, harus terlebih dahulu
mengetahui apa Kekuatan (strengths)
yang melekat dan dapat dijadikan sebagai argumentasi dalam kasus yang
dianalisis. kekuatan dari suatu kasus dapat berupa fakta dan bukti yang
diperoleh, namun dapat pula diperoleh dari segi norma hukumnya. kombinasi
antara fakta hukum atau peristiwa hukum yang didukung oleh norma hukum bisa
membuat argumentasi seorang analis dalam menulis sebuah argumentasi hukum akan
menjadi kuat
Tahapan terakhir dari sebuah
argumentasi hukum adalah sebuah kesimpulan dari suatu peristiwa yang telah
dianalisis. Kesimpulan merupakan pembahasan singkat dari masalah yang
dianalisis. kesimpula harus memperhatikan dengan baik rumusan masalah atau
pokok-pokok pembahasan agar terjadi kompabilitas apa yang disimpulkan dalam
kesimpulan dengan apa yang telah dibahas dalam pembahasan
Kelebihan :
- Penggunaan
bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah difahami
- Khusus
pembahasan mengenai mekanisme pembuatan argumentasi hukum, dibahas secara
sistematis ,runut dan terstruktur sehingga mudah untuk diaplikasikan
Kekurangan :
Penulis tidak
mencantumkan mengenai bentuk-bentuk kesesatan berfikir (Fallacy) dan kesalahan-kesalahan argumentasi
Anjuran kepada
khalayak :
Buku ini bisa
menjadi salah satu buku pegangan yang ideal dalam memahami logika hukum dan
membuat argumentasi hukum yang tepat dan logis. bahasa yang sederhana dan tidak
berbelit-belit semakin memudahkan para pembaca dalam memahami isi buku